Bolehkah Muslimah Merintih Saat Bercinta
20.07.00 |
Dalam beberapa kitab klasik seperti ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq
al-Zaujain, berbicara atau bersuara pada saat jima’ adalah hal yang
dilarang. Sebagian muslim dan muslimah
juga berpegang pada pandangan ini sehingga tidak berani bersuara,
termasuk mengeluarkan rintihan, saat bercinta. Benarkah demikian?
Salim A. Fillah dalam bukunya Barakallahu Laka... Bahagianya Merayakan
Cinta -tanpa mengurangi penghargaan terhadap Syaikh Muhammad Umar An
Nawawi Al Bantani yang telah menulis kitab tersebut- memaparkan bahwa
larangan bersuara pada saat jima’ ternyata bertentangan dengan riwayat
shahih yang menjelaskan praktik generasi sahabat.
Abd bin Humaid meriwayatkan dari Ibnu Mundzir sebagaimana dikutip Imam
As Suyuthi dalam Ad Durrul Mantsur bahwa sahabat sekaligus penulis wahyu
yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, pernah suatu kali menjima’
istrinya. Tiba-tiba sang istri mengeluarkan desahan napas dan rintihan
yang penuh gairah sehingga ia sendiri pun menjadi malu pada suaminya.
Tetapi Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, “Tidak apa-apa, tidak jadi
masalah. Sungguh demi Allah, yang paling menarik pada diri kalian adalah
desahan napas dan rintihan kalian.”
Senada dengan riwayat tersebut, faqihnya sahabat, Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya tentang hukum rintihan dan desahan
saat berjima’. Beliau menjawab, “Apabila kamu menjima’ istrimu,
berbuatlah sesukamu.”
Demikianlah praktek dan fatwa sahabat. Ternyata mereka membolehkan
rintihan dan desahan saat bercinta. Meski demikian, suami istri perlu
memastikan agar suara mereka saat bercinta itu tidak sampai terdengar
orang lain, termasuk anak-anaknya. [IK/bersamadakwah]