Soal Al-Maidah 51, Ini Penjelasan Luar Biasa Dari Ahli Tafsir Prof. Quraish Shihab..
21.00.00 |
Usai sidang di Mahkamah Konstitusi, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
(Ahok) tiba-tiba saja diteriaki ‘gila’ oleh Habib Novel Bamukmin alias
Habib Novel. Habib Novel bereaksi keras, karena tak terima Ahok yang
dianggap telah mempermainkan ayat suci Al-Qur’an. Sebelumnya, setelah
menyapa warga di Kepulauan Seribu, Ahok sempat menyebut kalau warga
dibohongi dengan menggunakan ayat Al-Maidah untuk tidak memilih dirinya.

Seperti diketahui, ayat dari Surah Al-Maidah yang kerap disebut sebagai dalil menolak ‘pemimpin kafir’ itu ialah:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi ‘awliya’; sebahagian mereka adalah awliya
bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
(Al-Maidah: 51)
Benarkan ayat di atas menyerukan penolakan “pemimpin kafir”? Menurut
pakar tafsir Al-Qur’an Prof. Quraish Shihab, ayat di atas tidaklah
berdiri sendiri namun memiliki kaitan dengan ayat-ayat sebelumnya. Hanya
memenggal satu ayat dan melepaskan ayat lain berimplikasi pada
kesimpulan akhir. Padahal, Al-Maidah ayat 51 merupakan kelanjutan atau
konsekuensi dari petunjuk-petunjuk sebelumnya.
“Konsekuensi dari sikap orang yang memusuhi Al-Qur’an, enggan mengikuti tuntunannya…”
Pada ayat sebelumnya, Al-Qur’an diturunkan untuk meluruskan apa yang
keliru dari kitab Taurat dan Injil akibat ulah kaum-kaum sebelumnya.
Jika mereka – Yahudi dan Nasrani, enggan mengikuti tuntunan Al-Qu’ran,
maka mereka berarti memberi ‘peluang’ pada Allah untuk menjatuhkan
siksa terhadap mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan.
“Jadi, mereka dinilai enggan mengikuti tuntunan Tuhan tapi senang
mengikuti tuntunan jahiliah,” katanya dalam pengajian Tafsir Al-Qur’an
di salah satu stasiun TV swasta.
Lalu, dilanjutkan oleh ayat 51 surat Al-Maidah. Kalau memang seperti itu
sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani – mengubah kitab suci mereka,
enggan mengikuti Al-Qur’an, keinginannya mengikuti jahiliyah, – “Maka
wahai orang-orang beriman janganlah engkau menjadikan orang-orang Yahudi
dan Nasrani sebagaiawliya.”
Bagi Quraish Shihab, hubungan ayatini dan ayat sebelumnya sangat ketat.
“Kalau begitu sifat-sifatnya, jangan jadikan mereka awliya. Nah, awliya
itu apa?,” tanyanya memantik diskusi sebelum mengkaji lebih dalam.
‘Awliya’ ialah jamak atau bentuk plural dari ‘wali’. Di Indonesia, kata
ini populer sehingga ada kata wali-kota, wali-nikah dst. Wali ialah,
kata penulis Tafsir Al Misbah ini, pada mulanya berarti “yang dekat”.
Karena itu,waliyullah juga bisa diartikan orang yang dekat dengan Allah.
“Wali kota itu berarti yang mestinya paling dekat dengan masyarakat.
Orang yang paling cepat membantu Anda, ialah orang yang paling dekat
membantu Anda. Nah, dari sini lantas dikatakan bahwa wali itu pemimpin
atau penolong.”
Adapun wali dalam pernikahan – apalagi terhadap anak gadis – sebenarnya
fungsinya melindungi anak gadis itu dari pria yang hanya ingin ‘iseng’
padanya. Seseorang yang dekat pada yang lain, berarti ia senang padanya.
Karena itu, iblis jauh dari kebaikan karena ia tidak senang.
“Dari sini, kata ‘wali’ yang jamaknya ‘awliya’ memiliki makna bermacam-macam.”
Yang jelas, kata jebolan Al Azhar Mesir ini, kalau ia dalam konteks
hubungan antar manusia, berarti persahabatan yang begitu kental.
Sedemikan hingga tidak ada lagi rahasia di antara mereka. Demikian pula
hubungan suami-istri yang dileburkan oleh cinta.
“Dalam ayat ini, jangan angkat mereka –Yahudi dan Nasrani- yang sifatnya
seperti dikemukakan pada ayat sebelumnya menjadi wali atau orang
dekatmu. Sehingga engkau membocorkan rahasia kepada mereka.”
Dengan demikian, ‘awliya’ bukan sebatas bermakna pemimpin, kata Quraish
Shihab. “Itu pun, sekali lagi, jika mereka enggan mengikuti tuntunan
Allah dan hanya mau mengikuti tuntunan Jahiliyah seperti ayat yang
lain.”
Contohnya, jika mereka juga menginginkan kemaslahatan untuk kita, boleh
tidak kita bersahabat? Quraish Shihab kembali bertanya, jika ada pilihan
antara pilot pesawat yang pandai namun kafir dan pilot kurang pandai
yang Muslim, “pilih mana?” sontak jamaah yang hadir pun tertawa.
Atau, pilihan antara dokter kafir yang kaya pengalaman dan dokter Muslim
tapi minim pengalaman. Dalam konteks seperti ini, bagi Quraish Shihab,
tidak dilarang. Yang terlarang ialah melebur sehingga tidak ada lagi
perbedaan termasuk dalam kepribadian dan keyakinan. Karena tidak ada
lagi batas, kita menyampaikan hal-hal yang berupa rahasia pada mereka.
“Itu yang terlarang.”
Namun kalau pergaulan sehari-hari, dagang, membeli barang dari tokonya
dsb, tidaklah dilarang. Selanjutnya ayat ini berbicara tentang sebagian
mereka adalah awliya bagi sebagian yang lain. Artinya, sebagian orang
Yahudi bekerjasama dengan orang Nasrani yang walaupun keduanya beda
agama namun kepentingannya sama, yaitu mencederai kalian. Oleh sebab
itu, Al-Qur’an berpesan, “Siapa yang menjadikan mereka itu orang yang
dekat, yaitu meleburkan kepribadiannya sebagai Muslim sehingga sama
keadaannya (sifat-sifatnya) dengan mereka, oleh ayat ini diaggap sama
dengan mereka.”
Terakhir, Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang zalim. Menurut
Quraish Shihab, petunjuk ada dua macam; umum dan khusus. Petunjuk khusus
itu, memberi tahu dan mengantar. Allah memberi tahu kepada semua
manusia tentang ini baik dan itu buruk tapi tidak semua diantar
oleh-Nya. Di sisi lain ada yang tidak sekedar diberitahu jalan baik,
namun juga diantar jika orang itu menginginkan. Meski demikian, Allah
tidak memberi petunjuk khusus mereka yang tidak menempatkan sesuatu pada
tempatnya.